Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kerajaan Singosari: Dari Berdiri hingga Kemunduran

Sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keberadaan kerajaan-kerajaan besar yang pernah berjaya pada masanya. Salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan politik, sosial, dan budaya di Nusantara adalah Kerajaan Singosari. Meski masa berdirinya relatif singkat sekitar sepanjang abad ke-13 kerajaan ini meninggalkan warisan sejarah yang penting, mulai dari kebijakan politiknya, wilayah kekuasaan, hingga pertikaian internal yang akhirnya menyebabkan kejatuhannya.

Memahami Sejarah Kerajaan Singosari bukan sekadar mengenal nama raja atau tahun peristiwa, melainkan menelusuri dinamika yang membentuk jalannya sejarah Nusantara.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Singosari

Latar Belakang Berdirinya Singosari

Kerajaan Singosari didirikan pada tahun 1222 M oleh Ken Arok, yang kemudian bergelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi. Sumber utama mengenai pendirian ini tercatat dalam Pararaton dan Nagarakretagama (Pigeaud, 1960). Dalam Pararaton, Ken Arok digambarkan sebagai tokoh karismatik dari kalangan rakyat biasa yang berhasil menggulingkan penguasa Tumapel, Tunggul Ametung.

Menurut sejarawan C.C. Berg, peristiwa pendirian Singosari tidak hanya dipicu oleh ambisi pribadi Ken Arok, tetapi juga konflik politik antara Tumapel dan Kediri (Berg, Journal of the Oriental Society). Tumapel saat itu merupakan daerah bawahan Kerajaan Kediri. Ketegangan antara keduanya akhirnya memuncak ketika Ken Arok memimpin pemberontakan dan kemudian mengalahkan Kerajaan Kediri dalam Perang Ganter.

Peristiwa ini menggambarkan bagaimana perubahan struktur kekuasaan di Jawa pada masa itu tidak lepas dari dinamika konflik internal dan ambisi figur-figur politik tertentu.

Konsolidasi Kekuasaan pada Masa Ken Arok

Setelah memenangkan Perang Ganter, Ken Arok melakukan konsolidasi kekuasaan. Menurut Ricklefs (2008), langkah pertama yang ia lakukan ialah menyatukan wilayah-wilayah bekas bawahan Kediri untuk memperkuat posisi politik Tumapel yang kini bertransformasi menjadi Kerajaan Singosari.

Pararaton juga menyebutkan bahwa Ken Arok berupaya melakukan legitimasi spiritual dan genealogis dengan mengaitkan dirinya pada kekuatan dewa-dewa Hindu-Siwa (Pararaton; Zoetmulder, 1965). Hal ini penting mengingat struktur politik Jawa kala itu memandang legitimasi raja sebagai turunan spiritual, bukan sekadar berdasarkan kekuatan militer.

Langkah-langkah ini menunjukkan pentingnya perpaduan antara strategi politik, konsolidasi militer, dan legitimasi keagamaan dalam membangun fondasi kerajaan baru di Jawa.

Masa Kejayaan Kerajaan Singosari

Pemerintahan Anuspati dan Pertikaian Dinasti

Setelah Ken Arok wafat, kerajaan memasuki masa yang penuh intrik. Putranya, Anuspati, naik takhta namun pemerintahan ini tidak berlangsung lama. Menurut Nagarakretagama, pembunuhan Ken Arok sendiri dipicu oleh dendam pribadi Anuspati terhadap ayah tirinya tersebut. Namun, setelah memerintah sekitar dua dekade, Anuspati dibunuh oleh Tohjaya—putra Tunggul Ametung.

Jurnal penelitian oleh W. Friederich menjelaskan bahwa fase ini merupakan masa “perebutan legitimasi” antar keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung. Perselisihan ini menunjukkan bahwa kerajaan yang berkembang pesat dari kudeta sebelumnya sulit menghindari konflik internal.

Periode penuh konflik ini secara tidak langsung memengaruhi stabilitas Singosari sebelum memasuki fase kejayaannya.

Pemerintahan Wisnuwardhana: Pemulihan Stabilitas

Setelah masa penuh pertikaian, Singosari mulai stabil kembali pada masa Raja Wisnuwardhana. Berdasarkan sumber Nagarakretagama dan penelitian Slamet Muljana (2006), Wisnuwardhana mengedepankan pendekatan rekonsiliasi politik dengan menggabungkan dua garis keturunan yang bertikai melalui pernikahan politik dan penataan jabatan-jabatan penting.

Pada masa ini, kerajaan mulai fokus pada pembangunan administrasi negara, mengatur ulang struktur pemerintahan, serta meningkatkan kerja sama antar daerah. Banyak ahli sejarah memandang masa Wisnuwardhana sebagai “masa transisi menuju kejayaan Singosari”.

Masa Kejayaan: Pemerintahan Kertanegara

Puncak kejayaan Singosari terjadi pada masa pemerintahan Raja Kertanegara (1268–1292). Banyak jurnal dan buku sejarah menyebut Kertanegara sebagai tokoh yang visioner, terutama berdasarkan catatan dalam Nagarakretagama dan analisis sejarawan seperti Pigeaud dan Ricklefs.

Kertanegara melakukan berbagai pembaruan:

a. Ekspansi Politik ke Luar Jawa

Kertanegara meluncurkan ekspedisi laut besar-besaran yang dikenal sebagai Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 M. Dalam catatan Kidung Panji Wijayakrama, ekspedisi ini bertujuan menaklukkan wilayah Sumatra, terutama Dharmasraya, untuk menahan ekspansi Kerajaan Mongol di bawah Kubilai Khan.

Jurnal T.W. Gallop juga menyebutkan bahwa ekspedisi ini memperkuat posisi Singosari sebagai kekuatan maritim yang strategis.

b. Reformasi Agama dan Spiritualitas

Kertanegara dikenal sebagai raja yang memadukan ajaran Hindu-Siwa dan Buddha-Tantra. Ia membangun berbagai tempat pemujaan, salah satunya yang berkaitan dengan ritual Siwa-Buddha dapat ditemukan pada relief-relief di Candi Jago dan Candi Singosari (Munandar, 2011).

Tujuannya tidak hanya religius, tetapi juga politis: menyatukan kelompok elite penganut Shiva dan Buddha untuk memperkuat legitimasi kerajaan.

c. Kebijakan Diplomasi Internasional

Kertanegara membangun hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, mengirimkan utusan ke Campa dan Burma, serta menjalin aliansi melawan ancaman Mongol. Langkah ini membuat Singosari menjadi kekuatan regional terkemuka di Asia Tenggara.

Kemunduran dan Kejatuhan Kerajaan Singosari

Pemberontakan Jayakatwang

Pada puncak kejayaannya, Singosari justru mengalami kerentanan internal. Ketika Kertanegara memusatkan perhatian pada urusan luar negeri, terutama menghadapi ancaman Mongol, muncul pemberontakan dari Jayakatwang, adipati Kediri.

Menurut analisis Muljana (2005) dan catatan Pararaton, Jayakatwang memanfaatkan kekosongan pertahanan Singosari dan menyerang ibu kota pada tahun 1292 M. Serangan ini berhasil menewaskan Kertanegara dan menghancurkan pusat pemerintahan Singosari.

Pemberontakan Jayakatwang menjadi bukti bahwa keberhasilan ekspansi luar negeri tidak selalu diiringi dengan keamanan internal yang stabil.

Kedatangan Pasukan Mongol dan Akhir Singosari

Tak lama setelah pemberontakan Jayakatwang, pasukan Mongol yang dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa. Mereka datang untuk menghukum Kertanegara yang menolak tunduk pada Mongol. Karena Kertanegara telah tewas, pasukan Mongol terlibat dalam konflik lokal.

Tokoh penting dalam fase ini adalah Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang berpura-pura bekerja sama dengan Mongol untuk menggulingkan Jayakatwang. Catatan Nagarakretagama (Kakawin pupuh 41–44) menyebutkan bahwa strategi Raden Wijaya berhasil. Setelah Jayakatwang ditangkap, pasukan Mongol justru diusir oleh Raden Wijaya melalui serangan mendadak.

Peristiwa ini menandai berakhirnya Kerajaan Singosari sekaligus lahirnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1293.

Warisan Sejarah Kerajaan Singosari

Peninggalan Arkeologis

Beberapa peninggalan penting dari Singosari meliputi:

  • Candi Singosari – diperkirakan dibangun untuk mengenang Kertanegara
  • Candi Jago – tempat pemujaan Wisnuwardhana
  • Candi Kidal – bentuk awal konsep devaraja di Jawa Timur

Penelitian arkeologis oleh Edi Sedyawati (1995) menunjukkan bahwa relief dan struktur bangunan Singosari merupakan transisi penting menuju gaya Majapahit.

Pengaruh Politik dan Budaya

Singosari memberikan sumbangan besar dalam:

  • Pembentukan identitas politik Jawa Timur
  • Konsep pemerintahan terpadu Siwa-Buddha
  • Penguatan struktur kerajaan yang kemudian diteruskan Majapahit

Sejarawan seperti George Coedès menilai bahwa Singosari merupakan penghubung antara kerajaan-kerajaan awal Jawa dan era kejayaan Majapahit.

Kesimpulan

Sejarah Kerajaan Singosari memperlihatkan bagaimana sebuah kerajaan dapat bangkit dari kondisi konflik, mencapai kejayaan besar, namun juga runtuh akibat pertikaian internal dan ancaman eksternal. Dari pendirian Ken Arok, konsolidasi Wisnuwardhana, kebijakan visioner Kertanegara, hingga runtuhnya akibat pemberontakan Jayakatwang semuanya menjadi bukti bahwa dinamika politik masa lampau sangat kompleks.

Mempelajari sejarah Singosari sangat penting, karena:

  • Memberikan pemahaman mengenai fondasi kerajaan-kerajaan besar Nusantara
  • Mengajarkan bagaimana ambisi politik, diplomasi, dan spiritualitas memengaruhi struktur negara
  • Menjadi dasar untuk memahami perkembangan Majapahit sebagai penerus Singosari

Pertanyaannya adalah: Jika kerajaan besar seperti Singosari dapat runtuh karena konflik internal, pelajaran apa yang dapat kita terapkan untuk menjaga stabilitas bangsa di masa kini?

Referensi

Buku

Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford University Press.
Pigeaud, Th. (1960). Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. Martinus Nijhoff.
Muljana, Slamet. (2005). Menuju Puncak Kemegahan. LKiS.
Zoetmulder, P.J. (1965). Kalangwan: Sastra Jawa Kuno. Djambatan.
Sedyawati, Edi. (1995). Arkeologi Indonesia. UI Press.

Jurnal

Berg, C.C. “The Kingdom of Tumapel and the Rise of Singhasari.” Journal of the Oriental Society.
Gallop, T.W. “Pamalayu Expedition and Its Implications.” Journal of Southeast Asian Studies.
Munandar, Agus A. (2011). “Ikonografi Singhasari.” Jurnal Arkeologi Indonesia